Ada seorang janda yang bekerja keras untuk menghidupi 3 anaknya yang masih
sekolah. Sebut saja namanya Ibu Lani. Suaminya meninggal 3 bulan lalu. Sang
suami adalah seorang driver yang bekerja di sebuah pabrik. Setelah meninggal,
hak-haknya sebagai karyawan belum dibayarkan, jamsostek dan pesangon tidak
diberikan.
Ibu Lani berinisiatif telpon ke perusahaan bekas suaminya bekerja untuk
bertanya soal hak jamsostek dan pesangon. Namun hasilnya dilempar-lempar dan tidak
ada yang bertanggungjawab. Perusahaan bilang jamsostek belum dibayarkan karena
tidak ada uang akibat dari klien mereka belum membayar ke perusahaan.
Ibu Lani sebenarnya sudah mengurus jamsostek suaminya sendiri, namun pihak
Jamsostek mengatakan kalau pembayaran belum bisa dilakukan karena perusahaan
tempat suaminya bekerja belum membayar iuran sejak Januari 2013.
Karena kebutuhan yang semakin mendesak, gaji sebagai administrasi keuangan tidak
cukup untuk menghidupi 3 anak sementara hutang cicilan suaminya juga harus
dibayar. Maka dia memberanikan diri mendatangi perusahaan suaminya untuk
menagih dan mendapat keadilan. Apalagi sudah tiga bulan perusahaan belum juga
membayarkan hak almarhum suaminya.
Sampai di lokasi, ia bertemu dengan Manager HRD (sebut saja Sonya). Dengan
nada ketus dan marah-marah, ia bilang bahwa perusahaan tidak punya uang. Ibu 3
anak ini disuruh menunggu.
Ibu Lani kembali memohon untuk disegerakan atau minimal pihak kantor
menalangi dulu karena cicilan hutang mendiang suaminya juga harus dibayar. Tapi
ditolak oleh manager HRD ini. Dengan tegas ia mengatakan bahwa sebenarnya
urusan Jamsostek bukan otoritasnya melainkan atasannya (dia menyebut nama
seseorang). Padahal sebelumnya, seseorang yang disebut namanya oleh Ibu Sonya
sudah mengirim SMS ke Ibu Lani bahwa urusan jamsostek ini pun bukan
otoritasnya. Lalu, tanggung jawab siapa?
Pertemuan berakhir tanpa kejelasan, pencarian keadilan ibu Lani blm
selesai. Pihak perusahaan berkelit pada ketiadaan uang karena tertundanya
pembayaran oleh klien mereka. Sementara kebutuhan dan cicilan ibu Lani tidak
bisa kompromi, anak-anaknya harus sekolah. Gajinya yang kecil tidak mencukupi
untuk kebutuhan sehari-hari...
***
Ada dua hal yang bisa kita petik dari kejadian di atas. Pertama, fungsi seorang Manajer HRD. Dengan jabatan yang kita miliki, kita bisa melakukan dua hal: memudahkan atau menyusahkan urusan orang. Dalam pemahaman saya, Manajer HRD seharusnya dapat membantu karyawan yang membutuhkan bantuan. Yang tidak habis pikir, bukankah setiap bulan, gaji karyawan sudah dipotong untuk Jamsostek? Jika perusahaan tidak mendapat uang dari klien, itu adalah masalah perusahaan dengan klien, jangan dibebankan pada keluarga karyawan yang sudah meninggal.
Kasus perusahaan yang belum bisa membayarkan Jamsostek pernah terjadi dengan salah seorang kawan saya. Bedanya, atasan langsung tempat ia bekerja, mau bersusah payah mengurusnya. Minimal, kalaupun tidak bisa langsung mengurusnya ke Jamsostek, perusahaan bisa menalangi terlebih dulu. Jadi, sebenarnya, ini masalah ada kemauan atau tidak. Semoga bukan karena dia driver lantas diabaikan hak-haknya.
Kedua, untuk para suami. Jika di tempat kerja Anda ada Jamsostek, dana pensiun atau hak-hak lain yang bisa diterima keluarga, beri tahu isteri sehingga mereka paham apa hak-hak yang bisa ia dapatkan.
Untuk sahabat-sahabatku yang bekerja di divisi HRD, keuangan atau divisi yang mengurusi karyawan, percayalah, jika kita memudahkan urusan orang lain, Allah akan memudahkan urusan kita juga. Just be nice to other employees.