Rabu, 17 Desember 2014

Cool Branding with Social Media

(Oleh-oleh dari Markplus Conference 2015) 

Mengukur RoI Media Sosial

Ini salah satu sesi yang saya ikuti. Sebetulnya ada beberapa sesi lain, namun karena dilaksanakan pada waktu yang bersamaan, dan perwakilan dari Jagawudhu Communication hanya saya sendiri :D, jadi nggak banyak sesi yang bisa saya ikuti.

Bicara media sosial, sekarang tidak hanya digunakan untuk ngobrol dengan teman dan keperluan pribadi lainnya. Sebagian besar brand owner sudah menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan pelanggannya. Bisa untuk menanggapi keluhan pelanggan, pertanyaan, dan mempromosikan produk atau layanan terbaru.

Namun, sejauh mana ya brand owner bisa mengukur RoI di media sosial?

Ramya Prajna,  Co-CEO Think.web yang menjadi salah satu pembicara mencontohkan program yang dilakukan timnya untuk sebuah brand laptop. Menurutnya, mengukur RoI bisa dilakukan dengan melihat sales leads.
“Setiap ada pertanyaan harga produk berarti ada sales lead. Dari situ, admin bisa berkomunikasi dengan penanya dan pastinya menyarankan. Nah, kalau sampai tahap membeli, baru dikonversi. Yang paling kelihatan memang melalui e-commerce”

Kalau mengacu pada wow marketing (lihat tulisan sebelumnya), produk harus bisa memunculkan keingintahuan konsumen sehingga mereka bertanya, membeli, mencoba dan lebih dari itu, mau mempromosikan.
Tambah Ramya, perwakilan brand yang berhadapan langsung dengan konsumen memang perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai produk dengan baik sehingga perlu adanya knowledge center.

Cool Brand, Great Campaign

Bicara cool brand, kira-kira brand apa yang melakukan kampanye yang keren melalui media sosial, belakangan ini?

Mungkin ada yang jawab: Line atau yang ramai dengan alumni AADC-nya.

Nah, kenapa Line kemudian memilih alumni AADC untuk mempromosikan fitur terbarunya “Find Alumni”?

Galuh Chandrakirana dari Line Indonesia menjelaskan, selain sesuai dengan manfaat dari fitur ini, AADC juga dinilai sebagai film yang fenomenal dan dikenal oleh banyak orang, terutama oleh target market.

Menariknya, selain ditonton oleh ratusan ribu orang di Youtube, kampanye ini juga banyak dibicarakan di media sosial dan digunakan oleh brand lain untuk promosi. Seperti salah satu iklan mie instan dengan copy-nya (kurang lebih) “Nggak perlu nunggu 12 tahun untuk makan mie enak. Cukup 3 menit”.  

Sayangnya, kemarin Galuh tidak menjelaskan berapa penambahan jumlah pengguna Line sejak mini drama AADC ini muncul. 

WOW Marketing = Creativity + Productivity

MarkPlus Conference 2015 #1

WOW Marketing = Creativity + Productivity

Guru marketing Indonesia, Hermawan Kartajaya, memprediksi pada 2015, semua yang akan berhubungan dengan internet akan berkembang (e-verything). Sedangkan industri yang akan berkembang adalah properti, transportasi, otomotif, rumah sakit, banking, farmasi, telco, media (surprising me tidak hanya media online tetapi juga konvensional) dan bangkitnya pemimpin-pemimpin daerah (ini sepertinya sudah mulai terlihat sejak tahun lalu, ya).

Prediksi ini dikemukakan Hermawan saat membuka Markplus Conference 2015 di The Ritz Carlton, Pacific Place, Kamis (11/12) lalu. Konferensi tahunan itu mengambil tema “Wow Marketing = Creativity + Productivity”.

Sebelumnya, di buku yang ditulis Hermawan, New Wave Marketing, ia sudah menulis bahwa dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, pendekatannya sudah tidak lagi bersifat vertikal, top-down tapi berubah menjadi horisontal, peer to peer dan many to many. Maka tak heran kalau sekarang, banyak brand owner yang membentuk komunitas, dan berkomunikasi dengan komunitasnya, termasuk mengandalkan media sosial untuk saling berbagi.

Nah, dengan semakin pesatnya perkembangan internet, apa yang perlu dilakukan oleh brand owner?

WOW Marketing mengacu pada dua hal: kreativitas dan produktivitas.
Produktif artinya:
Brand dapat menciptakan awareness sehingga perlu atraktif. Untuk membuatnya atraktif, maka perlu diciptakan sesuatu yang membangkitkan keingintahuan orang (curiousity). Harapannya, target akan bertanya tentang produk tersebut. Ujungnya, mereka memiliki komitmen untuk membeli.
Setelah itu, marketer biasanya akan berharap ada repeat order. Tapi sekarang, tidak hanya itu. Pelanggan dihara
pkan melakukan advocate terhadap brand.

Hal ini dikarenakan perrkembangan media sosial yang memungkinkan semua orang untuk berbicara tentang sebuah brand. Untuk itu diperlukan pelanggan yang tidak hanya memakai tapi juga membantu merekomendasikan brand tersebut ke orang lain. Bahkan jika memungkinkan, “membela” brand tersebut.  

Hal kedua, kreativitas. Ide yang baik adalah ide yang dieksekusi. Percuma memiliki ide banyak tapi tanpa eksekusi. Nah, untuk itu perlu bagi sebuah brand untuk berani bereksplorasi dengan ditunjang kejelasan informasi dan pelayanan yang berkualitas.

Hingga pada akhinya, orang tidak hanya sekadar tahu, tapi mau menggunakan dan sesudahnya berani bilang “Wow, ini produk keren banget!”.     

(Catatan: sebagian dari pernyataan di atas tidak hanya dikemukakan oleh Bp. Hermawan tapi juga pendapat saya).