Minggu lalu, di media sosial, banyak postingan yang mengecam iklan di billboard sebuah brand rokok. Di dalam iklan tersebut, terlihat dua orang remaja, laki-laki dan perempuan, saling berangkulan, dengan posisi wajah laki-laki yang mendekati wajah perempuan, seperti hendak mencium. Ditunjang dengan copy-nya “Mula-mula Mau, Lama-lama Mau”.
Kira-kira, melihat perpaduan visual
dan copy seperti itu, apa pesan yang ditangkap masyarakat?
Sepasang kekasih yang sedang
pacaran. Perempuannya mula-mula nggak mau dicium lalu mau?
Atau yang lain?
Namun saya dapat memastikan,
sebagian besar masyarakat akan menilainya, negatif.
Mereka yang pernah bekerja di ad
agency pasti mengerti betapa kuat visual dan copy saling mendukung dan tentu,
memiliki pesan yang ingin disampaikan.
Mungkin ada yang mengatakan, “Ya
iklan seperti itu, sesuai lah sama TA-nya. Perokok, muda, senang hura-hura.”
Mereka yang punya kepedulian pada
generasi muda kemudian menjawab, ”Oo
jadi iklannya memang sengaja dibuat untuk mengajak anak muda melakukan hal yang
nggak baik? Jahat banget, dong”
Sebagian pendukung iklan ini
mungkin menjawab, ”Sejak kapan iklan harus mendidik? Itu kan kreativitas. Harus
peduli?”
Jujur saja. Sempat saya berpikir,
apakah mungkin sengaja dibuat agar menimbulkan kontroversi dan ramai
diperbincangkan di media sosial?
Namun saya ingat, brand ini bukan
brand baru yang tidak memikirkan strategi. Produsennya, juga bukan perusahaan
kecil yang tidak mengerti strategi branding. Mereka tentu memahami menjadi
brand dibicarakan dalam konteks negatif tentu tidak baik bagi brand itu
sendiri.
Moriarty, Mitchell dan Wells di
buku “Advertising-Principles and Practice” menjelaskan bahwa pengiklan perlu
memiliki self-regulation, terlebih jika itu berkaitan dengan norma-norma yang
ada di dalam suatu masyarakat-- kita perlu melihat apa dampak yang akan timbul
jika iklan tersebut dipublikasikan.
Masyarakat Indonesia,
bagaimanapun, masih peduli dengan kesopanan, kepatuhan terhadap yang boleh dan
tidak boleh, khususnya dalam agama.
Konsep "Go Ahead" yang biasa diusung brand rokok ini tentu dapat diterjemahkan dalam kreativitas yang lain. Jika ingin disukai, mengapa tidak menggali ide dari apa yang dicintai masyarakatnya? Terlebih, ini menyangkut brand, termasuk corporate image produsennya.
Iklan adalah karya.
Dan bagi saya, karya yang baik adalah yang bermanfaat, setidaknya tidak meresahkan.