Sabtu, 20 Agustus 2016

Tantangan Ibu Bekerja dari Rumah dan Solusinya

Ibu-ibu yang selama ini kerja tetap, pasti merasa ‘merdeka’ ketika memutuskan untuk bekerja dari rumah. Merdeka dari macet, merdeka dari pulang malam, merdeka dari atasan yang mungkin perilakukanya kurang menyenangkan, dan masih banyak lagi.

Tapi, di manapun bekerja atau beraktivitas, ada saja hal-hal yang bisa jadi tantangan.

Pertama, mengatur waktu kerja.

Tanpa ada rekan kerja dan atasan yang mengawasi, terkadang kita terlena dengan situasi ini. Terlebih untuk mereka yang senang menunda.

Nanti saja lah mengerjakannya. Santai-santai dulu, boleh, dong …

Nah jika sikap ini terus-menerus dilakukan, bukan saja pekerjaan menumpuk tapi dapat mengganggu deadline. Jika lewat deadline, tentu akan memengaruhi kepercayaan klien pada kita.

Solusinya, buatlah jam kerja. Kelebihan bekerja di rumah, jam kerja tidak harus dari pukul 9.00-17.00, tapi bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Yang penting, dalam satu hari, jumlah jam kerja konsisten dan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan.

Kedua, menjaga emosi terkait dengan pengasuhan anak

Kalau biasanya kita hanya menginstruksikan pengasuh untuk melakukan ini dan itu terkait dengan mengasuh anak, maka ketika di rumah, kita pun perlu menangani anak secara langsung. Misal, ketika mereka susah makan.

“Mbak, Tania mau makan?”
“Susah, Bu. Diemut terus,”
“Oh, yang sabar ya, Mbak. Coba sambil main atau biar dia makan sendiri,”

Tapi bagaimana kalau melihat langsung? Bisa jadi emosi kita ikut naik. Dampaknya, bukan hanya untuk anak, tetapi juga mood kita saat melakukan pekerjaan.

Solusinya, jika masih memiliki ART, kita dapat menentukan saat kapan kita perlu turun tangan dan mana yang masih bisa ditangani ART (dengan kondisi masih ada pekerjaan yang perlu diselesaikan).
Meskipun memang, memberi pemahaman kepada anak-- bahwa meskipun di rumah, ibu tetap bekerja, memerlukan waktu.


Tantangan lain dan solusinya bisa dibaca di buku saya “Jangan Asal Resign untuk Ibu Bekerja” di toko buku di seluruh Indonesia.